BANDA ACEH | Dua Wakil Ketua Dewan Perwakilan Rakyat Aceh (DPRA) Teuku Irwan Djohan dan Dalimi, terang-terangan menyatakan tak sepakat atas rencana Pemerintah Aceh untuk berutang senilai Rp 1,3 triliun lebih pada Bank swasta-KFW Jerman.
Hal itu disampaikan Teuku Irwan Djohan, karena ke depan tidak bisa memprediksi bagaimana perekonomian Aceh. Begitu juga kurs rupiah dengan EURO, menurut Irwan Djohan, pembayaran bunga hampir sama dengan jumlah pinjaman yang akan diambil.
Pinjaman Rp 1,3 triliun bunganya hampir Rp 1 triliun. Ini bukan soft loan, ini bisnis,” kata Teuku Irwan Djohan, melalui telpon, Jumat (09/09/2016). “Kalau secara pribadi saya tidak setuju.”
Jika selama ini digadang-gadangkan ada manfaat lain dari pinjaman itu, berupa transfer teknologi dan pelatihan sumber daya manusia (SDM), itu belum dapat diharapkan karena tidak ada perjanjian kongkrit dari setiap paparan terkait rencana hutang luar negeri tersebut.
Alasan lain, Irwan Djohan telah menghitung-hitung dalam pembayarannya nanti akan menyulitkan Aceh. Karena, pada saat Aceh membayar utang, jumlah Anggaran Pendapatan dan Belanja Aceh (APBA), tidak seperti Aceh mengambil hutang, dana otonomi khusus (Otsus) sudah sedikit. “Berutang waktu Aceh kaya bayarnya saat Aceh miskin,” kata Irwan Djohan.
Pernyataan sama juga datang dari Wakil Ketua DPRA Dalimi. Menurut kader Partai Demokrat ini, jika ada rencana Pemerintah Aceh membangun rumah sakit regional, menggunakan APBA masih mungkin.
Alasannya, hampir setiap tahun Aceh memiliki SiLPA APBA. Maka, dibangun secara bertahap menggunakan APBA, masih mungkin. Namun, yang membuat ia heran, hutang luar negeri itu seperti dipaksakan.
Dalimi mengaku, jadi atau tidaknya hutang luar negeri itu tinggal persetujuan DPR Aceh, karena berbagai tahapan telah dilakukan Pemerintah Aceh. Tapi, Demokrat bersikap menolak rencana hutang luar negeri tersebut.
Ia juga mengaku, munculnya program hutang luar negeri ini, atas keinginan Pemerintah Aceh sendiri setelah Gubernur Aceh ke Jerman. Tapi, keinginan itu masih mentok. Tahun 2015 ada DPR Aceh tidak setuju, begitu juga Komisi 3 DPRA tidak mengeluarkan rekomendasi. “Pembahasannya awal ditolak, pada tahun sebelumnya Kautsar tidak setuju,” kata Dalimi, di kantor DPR Aceh, Kamis (08/09/2016).
Namun sekarang sudah setuju. “Saya heran juga kok sekarang sudah setuju,” ujarnya lagi. Memang, diakui Dalimi jika program itu jadi, maka pekerjaan rumah sakit regional akan dilaksanakan pihak ketiga.*
Sumber : Modus Aceh